Kamu tega banget sama aku. Membiarkan semua kenangan itu
menjadi milikku seorang. Tidakkah kamu ingin memiliki sebagiannya? Kamu yakin
meninggalkan semuanya hanya untukku? Kamu tega sekali paman.
...
Kamu ada disana,
menunggu seorang wanita yang sudah dua puluh lima menit ngaret dari jadwal.
Hebatnya ketika wanita itu datang kamu masih tersenyum dan kamu bilang kamu
juga baru saja sampai. Aku memerhatikan mu sejak pertama kali kamu duduk di
bangku itu. Aku yakin kamu sudah menunggu wanita itu tidak kurang dari dua
puluh lima menit. Kamu sangat baik paman.
Aku sama sekali tidak
pernah menyangka akan bertemu lagi dengan mu disini, di tempat faforit ku,
sebuah cafe dengan perpustakaan di lantai atas. Kenapa kamu ada disini? Mungkin
ini hanyalah kebetulan. Tapi aku ingin tahu apa yang kamu lakukan disini,
apakah melalukan hal yang sama denganku yang hanya memesan secangkir kopi susu
dan langsung terlena dengan berbagai buku disini. Aku mengurungkan niatku untuk
memperhatikanmu ketika dia datang, wanita yang membuatmu menunggu hampir
setengah jam sambil duduk termenung di bangku taman kota. Teryata kamu menunggu
wanita itu lagi. Ku sarankan paman tinggalkan saja wanita itu, dia selalu
membuatmu menunggu untuk waktu yang lama, kali ini memang hanya dua puluh menit
tapi kurasa itu cukup membuat bosan.
Beberapa hari berlalu
dan aku tidak lupa wajah mu. Aku ingat persis karena kamu memang sering sekali
mampir di pikiranku, entah kenapa. Hari ini kita bertemu lagi, di taman kota.
Kali ini kita bertatap muka karena kamu baru saja menabrak sebelah bahu lemahku
ini. Kamu memang pria baik. Setelah membuatku jatuh kamu membantu membereskan
beberapa file map serta beberapa buku pelajaran milikku yang terjatuh. Hal
seperti ini ku kira hanya ada di drama korea, ternyata ada yang nyata, kamu.
“lo nggak apa apa kan? Sorry banget ya gue sambil main hp jalannya, duh jadi
nggak enak gue, lo nggak luka kan ya?” pertanyaan mu panjang sekali haha.
Aku jelas saja
kenapa-kenapa “iya gue nggak apa-apa kok santai aja, jaman sekarang kan emang
orang kalo jalan sambil mainan hp, cuma gue doang yang masih jaman batu jalan
sambil bawa buku haha” aku menjawab pertanyaanmu dengan senyum sumringah yang
tulus, aku yakin itu.
“setau gue jaman batu
nggak ada yang bawa buku mba hahaha” ketika tertawa aku masih bisa melihat kamu
punya beban, wajah mu melukis itu.
“gue cantik gini
dipanggil mbak nih sama lo? Enak aja lo! Haha” ini adalah sebuah kode mengajak
berkenalan, semoga kamu paham.
Sepertinya kamu paham
“oke kalo gitu, gue edo, lo?” kamu mengulurkan tangan dengan senyum tulus,
memintaku berkenalan.
Tentu saja akan ku
balas uluran tanganmu “Kiera, panggil aja Ki hehe” itu sangat aneh, bersalaman denganmu membuat
aku merasakan sesuatu yang sangat aneh.
Sejak kejadian kecil
itu kita lebih sering bertemu dan berbincang tentang banyak hal. Sampai aku tau
ternyata wanita gila yang suka membuatmu menunggu lama itu adalah pacarmu, yang
sangat kau cintai, tapi entah dia juga cinta padamu atau tidak. Sayang sekali
pria sebaik paman mendapatkan wanita gila seperti dia, yang tak akan pernah
kusebut namanya. Mengingat namanya saja memuatku kesal setengah mati, tunggu,
kenapa aku kesal? Tidak ada hubungannya sama sekali dengan diriku haha.
Sudah sekitar delapan
bulan ini kita menjadi teman baik, dan menjadi sangat dekat. Bahkan aku tidak
bisa kemana-mana tanpa dirimu, padahal dulu aku bisa sendiri. Mungkin ini juga
bagian egois diriku yang tidak rela di acuhkan dirimu. Berbeda denganku, kamu
justru jadi bisa melakukan segalanya sendiri, menyusun skripsi mu yang sudah
setahun ini kau susun bersama dia dan tidak kunjung selesai. Sampai mencari
referensi tempat untuk membuka cafe impianmu yang akan segera kau bangun. Kita
jadi sering pergi liburan bersama, apalagi semenjak kamu putus dengan pacar
gilamu itu. Kamu banyak memgenalkan tempat-tempat baru kepadaku, membuat
kenangan manis untuk diriku dan mewarnai detik-detik hidupku yang biasanya
hanya terisi dengan buku dan laptop kesayanganku. Sepertinya perasaanku padamu
berubah, aku menyadarinya. Aku menyukaimu, bukan sebagai teman, tapi sebagai
pria dewasa. Sikap ini tidak aku sadari perubahannya, dan sepertinya kamu
menyadari.
Hari ini kita sepakat
bertemu di tempat faforit kita, cafe dengan perpustakaan di lantai atasnya. Aku
sampai, lalu mencari sebentar dimana dirimu duduk, ketemu, kamu selalu duduk di
sana, di sebelah rak nomer sebelas yang arahnya menghadap jalan. Aku ingat
alasanmu suka duduk disana “biar kalo janjian sama orang gampang liat orangnya
udah dateng apa belom ki” itu kan alasanmu? Iya memang itu. Aku duduk tepat di
depanmu, dengan secangkir kopi susu kesukaanku yang sudah kau pesan untukku
sebelum aku datang. Aku merasakan hal aneh, seperti kamu ingin mengatakan
hal-hal mengenai perpisahan denganku.
“udah lama kita nggak
kesini ya do, main ke luar terus kita” ucapanku membuka pembicaraan yang
sepertinya akan terasa canggung hari ini.
“iya udah lama banget,
terakhir dua bulan yang lalu kan? Kamu ulang tahun ke dua puluh satu” jawabanmu
seperti ada nada sedih, ada apa sebenarnya.
Aku mulai
bertanya-tanya “terus kita ada agenda apa nih hari ini? Tumben banget kamu
ngajak aku kesini do” bahkan sapaan kita sudah berubah menjadi aku dan kamu.
“kayaknya kita nggak
akan bisa sering-sering bareng gini lagi ki, aku..” setetes air mata terlihat
jatuh menyusuri pipi mu yang menurutku sama sekali tidak lembut itu.
“kayaknya ini adalah
moment perpisahan ala drama ya do? Kamu mau kemana? Study abroard? Atau
ternyata kamu kena penyakit serius? hahaha” aku berusaha mencairkan suasana
yang sangat kaku ini.
Kamu terlihat berusaha
keras menahan tangis “kamu orang paling ceria yang aku kenal kiera, sangat
ceria” ucapanmu diikuti tertawa sedih.
Lalu aku juga sedang
berusaha menahan tangisku “please deh do, ada apa? Bilang aja” sepertinya ini
kalimat penyemangat yang paling efektif.
“aku nggak kemana-mana
ki, aku cuma seneng liat kamu sampe nangis gini. Aku seneng banget punya temen
seceria kamu, aku harap akan selalu” katamu sambil mengelap air matamu.
Kamu manja sekali
ternyata yaa “kamu jadi melankolis gini deh do ahaha, nggak cocok sama sekali
tau” aku mulai sangat sedih.
“Ki aku duluan ya, aku
ada kerjaan penting sore ini. Jangan baca buku terus ki nanti matamu lelah...”
apa ini? Pergi dengan pesan? “biarkan matamu istirahat, ajak lihat pemandangan
segar sering-sering, jangan buku terus yang dilihat ehehehe” lalu kamu mengacak
rambutku dengan pelan dan pergi.
Aku tidak sempat
mengatakan apa-apa ketika kamu pergi.
Sudah seminggu sejak
terakhir kali kita bertemu. Kamu benar-benar hilang, tidak ada kabarnya. Kemana
sebenarnya kamu? Benar saja kemarin itu perpisahan seperti di drama korea yang
sering aku tonton. Segala bilang kalo kamu nggak akan pergi kemana-mana lagi,
bohong besar. Alasanmu bagus sekali tapi klise. Aku jadi seperti bintang korea
yang sedang memainkan drama. Aku tidak menyukainya. Kamu terlalu dalam masuk
dikehidupan yang sangat gelap ini, hingga terlalu membuat terang. Sekarang
lampunya hampir padam lagi dan kamu belum kembali, mungkin tak akan.
Sekarang sudah satu setengah tahun sejak kepergianmu, andai
kamu masih disini aku ingin sekali mengundangmu ke acara wisudaku bulan depan.
Lihat paman aku lulus, setelah banyak hal di skripsiku tentang kamu. Skripsiku
meneliti perasaan-perasaan wanita yang ditinggalkan orang yang dicintainya. Ada
beberapa halaman yang kudapat dari pengalamanku bersamamu. Aku ingin
berterimakasih karena kamu lumayan membantu keerhasilan skripsiku. Tapi aku
juga ingin membunuhmu karena meninggalkan aku tanpa alasan kuat dan jelas.
Belakangan ini aku jadi memanggilmu paman yaa, karena kau ku anggap sudah tua
haha, jadi jika bertemu dan kau benar-benar akan kubunuh alasanku adalah karena
kamu sudah tua dan aku mempercepat proses saja. Tidak ding, tidak akan kubunuh.
Mana mungkin aku rela membunuh orang yang benar-benar aku cintai. Kamu terlalu
berarti paman.
Aku pergi ke salah satu butik di salah satu pusat
perbelanjaan di Jakarta, aku akan
memesan kebaya untuk acara wisudaku nanti. Aku merasa ini sebuah keberutungan,
kenapa? Karena ternyata pemilik butik itu adalah ibu kandungmu Edo. Aku senang
sekali saat mengetahuinya. Namun kesenanganku sekejap berubah menjadi tangis
yang berderai-derai. Tidak aku sangka kamu benar-benar pergi Edo. Kenapa kamu tidak pernah bilang kalau
kamu mengidap kanker getah bening sejak tiga tahun sebelum kita saling kenal.
Dan kenapa tidak memberikan hadiah terakhirmu padaku sebelum kamu benar-benar
pergi Edo?
Pagi ini aku pergi ke tempat peristirahatanmu yang terakhir.
Di depan pusaramu aku berjongkok, berdoa untuk keselamatanmu menuju surga “hai
do! Apa kabar? Kamu nggak kesepian tanpa aku? Aku kesepian banget nggak ada
kamu do...” aku mulai menangis “kamu nggak kangen aku do? Aku kangeeennn banget
sama kamu do, kamu tau kan semenjak ada kamu aku nggak bisa kalo nggak sama
kamu...” bodoh sekali aku berbicara dengan batu nisan bertuliskan namamu. Edo
Gravandi Fardhan lahir 14 Januari 1989 wafat 19 Desember 2014.
“eh do kamu tau nggak? Aku udah mau wisuda loh do hehe terus
kebaya buat wisudanya mamah kamu yang buat do...” aku terus saja bercerita pada
batu nisan “mamah kamu keren banget bikin desain kebaya buat akunya do, aku
suka banget” aku memang memiliki banyak hal yang ingin kuceritakan pada Edo
“harusnya kamu jangan pergi dulu biar bisa lihat aku wisuda do, kamu kan yang
paling pengen aku wisuda kan? Kata kamu biar punya temen psikiater cantik haha
kamu gombal juga ya do” Edo selalu punya kata-kata untuk menyemangati aku. Aku
terus saja bercerita hingga malam ingin menjelang “do udah mau malem, aku pamit
yaa, aku bakalan kesini lagi buat ngerayain ulang tahun kamu januari nanti yaa!
Sampai jumpa do, aku sayang banget sama kamu” terakhir kutancapkan rangkaia bunga
yang pernah Edo berikan untukku saat aku ulang tahun, bunga mawar merah
bercampur putih satu ikat tanpa di bungkus plastik pemanis.
Hari ini menjadi hari yang sangat melelahkan dan sekaligus
menyenangkan. Akhirnya aku bertemu Edo walau hanya batu nisannya saja, tapi aku
lelah karena harus menangis berjam-jam saat menceritakan hari-hariku tanpa Edo.
Edo Gravandi Fardhan, pria tinggi dan kurus dengan tatanan rambut ala boyband
korea dan matanya yang berwarna abu-abu cerah itu telah membuat aku jatuh cinta
dengan dalam dan pergi tanpa aba-aba.
Aku mencintainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar